Rabu, 16 Juni 2010

kondisi MAROKO saat islam masuk

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Afrika Utara yang terdiri dari berbagai negara, mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Di antara negara-negara tersebut adalah Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Libya dan Maroko. Dari negara-negara tersebut yang akan dibincangkan dalam tulisan ini adalah tentang negara Maroko yang terfokus pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan.
Akibatnya masyarakat Maroko menjadi tertindas ditambah dengan melemahnya kondisi perekonomian Maroko karena perekonomian dikuasai oleh pedagang-pedagang Barat. Penguasa Barat/Eropa memperlakukan masyarakat Maroko secara tidak baik, disamping tanah mereka juga dirampas yang berakibat hilangnya mata pencaharian masyarakat. Kemudian bangsa Eropa juga menukar sistem tanaman yang sebelumnya dengan bibit-bibit baru, sehingga petani Maroko tetap menjadi petani yang selalu merugi waktu panen. Efek yang lain atas kehadiran Eropa di Maroko adalah hilangnya kekuasaan para sufi di wilayah-wilayah kecil, sehingga melahirkan kesadaran nasional masyarakat Maroko.
Kesadaran nasional tersebut mengantarkan lahirnya gerakan-gerakan perlawanan dari masyarakat Maroko dan para pemimpin sufi untuk menentang Perancis. Disamping itu, kebijakan pemerintah Perancis mendirikan industri-industri di perkotaan telah menarik simpatik masyarakat pedesaan untuk datang ke perkotaan yang semakin hari dapat mengubah pola fikir mereka. Hasilnya secara perlahan kesadaran masyarakat akan penjajah semakin meningkat yang berujung dengan perlawan masyarakat Maroko terhadap para penjajah. Dengan hasil terciptanya kemerdekaan Maroko pada tahun 1956M.





B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana letak geografis Maroko?
2) Bagaimana Sejarah Maroko?
3) Bagaimana keadaan politik, ekonomi dan sosial ?
4) Bagaimana islam Di Maroko?


C. Tujuan
1) Untuk mengetahui letak geografi Maroko.
2) Untuk mengetahui Sejarah Maroko
3) Untuk mengetahui keadaan politik, ekonomi dan sosial .
4) Untuk mengetahui Islam Di Maroko.











BAB II
PEMBAHASAN
A. Letak Geografi Maroko
Rabat, populasi 1,2 juta jiwa (perkiraan 2005), adalah ibu kota Maroko. Kota ini terletak di Samudra Atlantik di mulut sungai Bou Regreg pada koordinat 34°02' LU 6°51' BB. Pengendapan lumpur telah menyebabkan peran kota ini sebagai pelabuhan semakin berkurang. Meskipun begitu, Rabat dan kota dekatnya Salé masih mempunyai industri-industri tekstil, pemrosesan makanan dan konstruksi yang masih cukup penting. Selain itu, pariwisata dan kehadiran seluruh kedutaan besar di Maroko membuatnya kota terpenting kedua setelah Casablanca.
Sudut Jalan kota Rabat,.telah ada pemukiman di daerah ini sejak zaman kuno. Rabat menjadi benteng Muslim sekitar tahun 700. Sebelum kemerdekaan Maroko pada 1956, Rabat adalah ibu kota protektorat Perancis sejak dijajah oleh Perancis pada 1912. Universitas Muhammad V terletak di kota ini.

B. Sejarah Tentang Maroko
Orang Arab menyebutnya Al-Mamlaka Al-Maghribiya atau Kerajaan Barat. Para ahli sejarah dan geografi Muslim di era kekhalifahan Islam menjulukinya Al-Maghrib Al-Aqsa. Sedangkan orang Turki memanggilnya Fez. Orang Persia mengenalnya Marrakech (Tanah Tuhan). Beragam nama itu disandang negara yang kini dikenal dengan nama Maroko.
Maroko adalah negeri yang memiliki peran penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Afrika Utara. Yang tak kalah pentingnya, negeri berjuluk 'Tanah Tuhan' itu merupakan pintu gerbang masuknya Islam ke Spanyol, Eropa. Dari Maroko inilah Panglima tentara Muslim, Tariq bin Ziyad menaklukan Andalusia dan mengibarkan bendera Islam di daratan Eropa.
Syahdan, Kerajaan Islam di Afrika Utara itu sudah mulai didiami manusia sejak zaman Neolitik - kurang lebih 8000 tahun SM. Salah satu bukti peninggalan Neolitik di wilayah itu ditemukannya budaya Kapsian. Pada masa klasik, wilayah Maroko dikenal dengan sebutan Mauretania. Nama itu sama sekali tak berhubungan dengan Mauritania - negara di era modern.


Akhir periode klasik, Maroko sempat dikuasai Kekaisaran Romawi. Namun, di abad kelima, Maroko beralih ke tangan Vandals, Visigoth, dan Imperium Bizantium - seiring pudarnya kekuasaan Romawi. Pada masa itu, wilayah pegunungan tinggi yag menjadi bagian Maroko modern masih belum ditundukkan dan masih berada di tangah bangsa Barbar.
Maroko memasuki babak baru setelah Islam menancapkan benderanya di wilayah Afrika Utara. Ajaran Islam tiba di Maroko pada 683 M. Adalah pasukan yang dipimpin Uqba Ibnu Nafi -- seorang jenderal dari Dinasti Umayyah -- yang kali pertama membawa ajaran Islam ke wilayah itu. Islam benar-benar menguasai Maroko pada tahun 670 M.
Namun, ada pula yang menyebutkan ekspansi Islam ke Maroko dimulai ketika negeri itu ditaklukan pasukan pimpinan Musa bin Nusair pada masa Al-Walid I bin Abdul Malik (705-715) - khalifah keenam Dinasti Umayyah. Pada saat itu, pasukan tentara Islam menyebut wilayah itu dengan nama Maghreb Al-Aqsa atau Far West.
Setelah Maroko jatuh ke dalam genggaman Dinasti Umayyah, Musa bin Nusair mengangkat Tariq bin Ziyad untuk memerintah Maroko. Dari wilayah itulah, Tariq bin Ziyad menyeberangi selat antara Maroko dan Eropa menuju ke gunung yang dikenal dengan Jabal Tariq (Gibraltar). Maroko menjadi wilayah penyangga bagi umat Islam untuk melakukan ekspansi ke daratan Spanyol, Eropa.
Tak mudah bagi pasukan tentara Muslim untuk menundukkan negeri di kawasan Afrika Utara itu. Tak kurang dari 53 tahun waktu yang dilalui para tentara Muslim untuk menjadikan Maroko bagian dari kekuasaan Islam. Butuh waktu satu abad bagi umat Islam untuk berasimilasi dengan bangsa Barbar yang mendiami wilayah Maroko.
Maroko modern pada abad ke-7 M merupakan sebuah wilayah Barbar yang dipengaruhi Arab. Bangsa Arab yang datang ke Maroko membawa adat, kebudayaan dan ajaran Islam. Sejak itu, bangsa Barbar pun banyak yang memeluk ajaran Islam. Ketika kekuasaan Dinasti Umayyah digulingkan Dinasti Abbasiyah, Maroko pun menjadi wilayah kekuasaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.
Perubahan kekuasaan itu memicu munculnya dinasti-dinasti kecil di wilayah itu. Pada 172 H/789 M, berdirilah Kerajaan Idrisid dinasti Syiah pertama - yang didirikan Idris I bin Abdullah seorang keturunan Ali bin Abi Thalib. Padahal, Abbasiyah adalah dinasti yang bercorak Suni. Lima tahun memimpin, Idris I terbunuh. Ia digantikan Idris II.
Pada masa kekuasaan Idris II, Dinasti Idrisid melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Damaskus. Dinasti ini meraih kemajuan yang pesat sebagai pusat bejar ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Pusat pemerintahan pun dipindahkan dari Walila ke Fez. Dinasti ini hanya mampu bertahan hingga 364 H/974 M.
Sepeninggal Idris II, penggantinya kebanyakan lemah, kecuali Yahya bin Muhammad dan Yahya IV. Dinasti Idrisid mencapai masa keemasannya di bawah kekuasaan Yahya IV. Setelah Dinasti Idrisid tumbang, bangsa Arab mulai kehilangan pengaruh politiknya di wilayah Maroko.
Kekuasaan pun kemudian diambil alih Dinasti Fatimiah yang beraliran Syiah. Dinasti yang berbasis di Kairo, Mesir itu menguasai Maroko sampai tahun 1171 M. Ketika Dinasti Fatimiah kehilangan kendali atas Maroko, maka muncullah Dinasti Al-Murabitun yang berpusat di Marrakech. Kekuasaannya meliputi Gunung Sahara, Afrika barat laut, dan Spanyol.
Dinasti ini memiliki peran yang begitu besar pada masa kepemimpinan Ibnu Tasyfin. Ia mengirimkan 100 kapal, 7.000 tentara berkuda serta 20 ribu tentara ketika diminta Mu'tad bin Ibad, raja Sevilla untuk melawan tentara Kristen yang ingin melenyapkan Islam dari Eropa.Dalam peperangan itu, tentara Islam menang dengan gemilang. Berkat jasa Ibnu Tasyfin dan pasukannya, Islam bisa berjaya di Spanyol selama empat abad lamanya. Setelah kekuasaan Murabitun jatuh, Maroko menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Al-Muwahhidun (1121 M - 1269 M).
Pada masa kepemimpinan Abu Ya'kub Yusuf bin Abdul Mu'min (1163 M - 1184 M), kota Marrakech menjadi salah satu pusat peradaban Islam dalam bidang sains, sastra, dan menjadi pelindung kaum Muslimin untuk mempertahankan Islam dari serangan dan ambisi Kristen Spanyol. Dinasti ini juga ikut membantu Salahudin Al-Ayubi melawan tentara Kristen dalam Perang Salib.
Pascaruntuhnya kekuasaan Dinasti Al-Muwahhidun, Maroko dikuasai beberapa dinasti seperti; Dinasti Marrin, Dinasti Wattasi (1420 M - 1554 M), Syarifiyah Alawiyah (1666 M), Abdul Qadir Al-Jazairy (1844 M), dan Sultan Hasan I (1873 M - 1894 M). Secara geografis, Maroko berbatasan dengan AlJazair di bagian timur dan tenggara, Sahara Barat di barat daya, Samudera Atlantik di barat, dan Selat Gibraltar di utara. heri ruslan.

C. Keadaan Politik, Ekonomi dan Pendidikan Maroko
1) politik
Munculnya protektorat Perncis atas Maroko adalah berdasarkan perjanjian Fez yang ditandatangani oleh pemerintah Perancis dan Sultan Maroko (Maulay Abdul Hafiz) pada tahun 19212M. Isi perjanjian tersebut adalah tentang pengizinan pemerintah Perancis bertindak atas nama Maroko oleh Sultan, dengan artian apa pun yang dilakukan oleh Perancis adalah perbuatan Sultan. Akibatnya suku-suku berada di bawah kekuasan Perancis dan mereka diintimidasi secara militer, lahan pertanian dicaplok serta diancam akan dibuat kelaparan di samping dipaksa untuk membayar pajak.
Setelah itu pemerintah Perancis membangun pos-pos militer dan mengangkat seorang petugas untuk mengumpulkan pajak serta mengorganisir pasar. Selanjutnya mereka membangun sejumlah jalan , rumah sakit dan sekolah-sekolah. Untuk mewujudkan semua itu para petugas tidak terlibat langsung, tetapi mereka mengerahkan para qa’id yang bertugas untuk mengawasi lalu lintas memberi izin bersenjata, menyelesaikan persengketaan dan menertibkan harga.
Kekuasaan Perancis atas Maroko tidak hanya terbatas terhadap para elit negara tetapi mereka juga menguasai para elit agama (Muslim). Menyikapi kebijakan Perancis ini banyak pemimpin gerakan sufi yang menerima otoritas Perancis dan juga membantu mereka dalam menundukkan wilayah-wilayah kesukuan di samping menjaga perdamaian antara penduduk desa. Akibatnya prestise politik sufi hilang karena fungsi politik mereka menurun dan posisi mereka digantikan oleh para birokrat Pemerintah.
Sementara terhadap orang Barbar, Perancis memandang mereka adalah kelompok non-Arab yang dapatb dipisahkan dari penduduk Maroko secara umum dan bersekutu dengan Perancis. Mereka dijauhkan dari pengaruh Arab dan Islam yang berakibat terbentuknya dua kelompok masyarakat yang menempati wilayah berbeda. Orang-orang Arab tinggal di perkotaan dan orang Barbar tinggal di pegunungan.
Dari usaha yang dilakukan oleh pemerintah Perancis tersebut memisahkan orang Arab dengan orang Barbar, dapat dibayangkan bahwa perpecahan dalam masyarakat akan tumbuh dengan subur, sehingga untuk melawan penjajah yang sedang merajalela di tanah air susah untuk diwujudkan. Hal ini sama dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Belanda selama berkuasa di Indonesia khususnya di Minangkabau. Mereka mendekati kaum adat yang waktu itu sedang sengit bertentangan dengan kaum agama (Islam). Akibatnya dengan mudah Belanda memasukkan firus Baratnya kepada kaum adat dan menusuk Islam. Namun semua itu dapat terelakkan akan kemunculan kesadaran kaum adat terhadap politik Belanda yang sedang memecah belah masyarakat Minangkabau.
Hal penting yang sangat perlu dipetik dari kenyataan sejarah di Maroko dan Indonesia adalah bahwa penjajahan Barat yang seolah-olah menolong masyarakat (Islam) yang sedang dilanda krisis dan keterpurukan ekonomi jangan mudah dipercaya. Apalagi sampai memberikan wewenang/bertindak atas nama bangsa (umat Islam), karena mereka adalah benar-benar bangsa yang cerdas untuk memasukkan misi mereka kepada umat Islam.

2) Ekonomi
Kekuasaan Perancis atas nama Sultan di Maroko telah menyebabkan kesengsaraan bagi masyarakat, karena kebijakan ekonomi Perancis sangat memihak kepada kepentingan Perancis. Apalagi dengan dikuasainya jalan, sungai, pantai serta hutan ecara kuat yang berakibat diperjual belikannya property tersebut. Pada tahun 1914M pertanahan Makhzan harus dijual kepada koloni Eropa dan sejumlah tanah yang diberikan kepada suku-suku sebagai imbalan atas pengabdian militer mereka dirampas. Semakin hari tanah yang dikuasai Eropa meningkat tajam, tercatat pada tahun 1913M terdapat sekitar 73.000 hektar tanah yang dikelola oleh pertanian Eropa dan pada tahun 1953M meningkat menjadi 1.000.000 hektar.
Tanah-tanah yang dikuasai oleh Eropa tersebut dikelola secara terstruktur, sehingga membawa keuntungan yang besar terhadap para petani Eropa. Tanaman mereka seperti jeruk,sayur-mayur dan anggur yang memang susah didapat di Eropa. Sementara para petani Maroko hanya dibolehkan mengolah pertanian yang kurang prospektif dan sedikit keuntungan. Kondisi ini dapat dibayangkan betapa menderitanya masyarakat petani Maroko yang semata-mata pencaharian mereka dari pertanian. Tentu para petani Maroko mengalami krisis dan bisa saja anak-anak mereka tidak sekolah karena ekonomi tidak mendukung. Sekalipun demikian dengan penderitaan yang begitu dalam, secara tidak langsung pihak Perancis telah memberikan sumbangan kepada Maroko dengan menghadirkan kemakmuran ke wilayah pedesaan. Hal ini terwujud melalui pembangunan jalan-jalan dan pembukaan pasar-pasar baru. Mereka juga telah memperkenalkan bibit dan pertanian yang diikuti dengan pola pemeliharaan model baru.
Selanjutnya di bidang industri, Perancis mengutamakan penambangan Posfat dan usaha penggilingan tepung, penyulingan gula, pabrik semen dan peningkatan produksi tekstil. Hal ini membuat para pekerja Maroko membanjir keperkotaan untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang sangat rendah. Semua ini dilakukan tentu tidak terlepas dari kebutuhan untuk hidup apalagi lahan-lahan pertanian mereka banyak yang diambil alih oleh pemerintah Perancis secara paksa.
Dari kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat Maroko atas kebijakan yang diberlakukan oleh pihak Perancis, telah membuat masyarakat Maroko kesulitan. Namun secara tidak langsung Pemerintah Perancis telah menyokong hancurnya struktur tradisional masyarakat Maroko.Kekuasaan kepala suku dan pimpinan agama semakin kecil, rekruitmen masyarakat Maroko ke dalam kesatuan militer Perancis dan sejumlah perusahaan baru di perkotaan telah menjaring banyaknya warga perkampungan berpindah kebeberapa kota. Semua kebijakan itu telah melahirkan kebangkitan identitas politik bangsa Maroko dan perlawanan terhadap Pemerintah Perancis. Sejumlah pekerja Maroko di Perancis telah mengembangkan pola hidup dan kesadaran politik Barat terhadap mereka.

3) Pendidikan
1. Pendidikan masyarakat Maroko masa jajahan Perancis tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan Perancis yang memang betul-betul ingin memisahkan antara masyarakat Arab dengan Barbar sebagai warga asli Maroko. Penguasa Perancis berusaha menciptakan elite Barbar yang terdidik secara Perancis dan membatasi pengaruh Arab serta Islam. Namun usaha mereka tetap gagal untuk memecah belah masyarakat Maroko, karena para pelajar elita Barbar yang hanya sekitar 6% setelah memperoleh ilmu pengetahuan mereka menjadi oposisi/penentang terhadap kekuasaan Perancis. Sementara pendidikan untuk masyarakat Muslim tetap terbuka, karena di Rabat dan Fez didirikan Perguruan Muslim, sejumlah sekolah Dasar, dan sekolah Teknik.


D. Islam Di Maroko
Pada zaman pertengahan Islam yang berkisar sekitar tahun 1250M-1800M, berjaya tiga kerajaan besar Islam (Turki Usmani di Turki, Safawi di Persia dan Mughal di India). Dari tiga kerajaan besar ini, Turki Usmani merupakan sebuah kerajaan yang berjaya sampai kezaman modern (sekitar tahun 1923) karena tepat pada tanggal 23 Oktober 1923 Turki resmi menjadi Republik Turki dan sistem khilafah dihapuskan. Adapun kekuasaan Turki meliputi daerah bagian Timur dan sampai ke Afrika Utara. Namun Maroko sebagai salah satu negara yang berada di wilayah Afrika Utara merupakan sebuah negara yang merdeka dari kekuasaan Turki berbeda dengan Al-Jazair, Mesir, dan negara yang lainnya.
Akan tetapi di tengah kebebasan dari Turki, Maroko menghadapi bangsa yang sedang garang atau bangsa yang baru bangkit dari tidurnya yaitu Portugis dan Spanyol. Memang semenjak renainsance, bangsa Barat selalu melakukan “perbaikan diri” dan bahkan menjajah bangsa lain untuk memperkuat ekonomi mereka dari krisis yang terjadi di Eropa, terutama krisis bahan pangan. Seperti yang terjadi di Maroko dan beberapa negara Islam lainnya. Walaupun demikian ganasnya bangsa Eropa (Portugis dan Spanyol) di Maroko, berkat keuletan dan ketangguhan masyarakat Maroko akhirnya mereka berhasil membebaskan diri dari ancaman bangsa Eropa pada tahun 1578M. Pada waktu itu Maroko diperintah oleh dinasti Syarif dengan dua generasi. Generasi pertama adalah Bani Sa’id (Sa’di) yang berkuasa dari tahun 1554M-1659M dan generasi kedua adalah Bani Alawiyah yang berkuasa semenjak tahun 1660M.
Dalam perjalanan sejarah Maroko, Bani Sa’id telah tercatat sebagai pelopor dalam kebangkitan nasional rakyat Maroko yang dibantu oleh kelompok-kelompok tarekat beraliran Sunni. Waktu itu Maroko menikmati masa perdagangan yang maju pesat berkat posisi kehidupan politik, beragama menjadi lebih mapan dengan pengakuan keluarga Nabi (Syarif) sebagai pemimpin politik keagamaan dan penerimaan mazhab Maliki sebagai cara pengamalan Islam. Namun kekuasaan ini mulai goyah ketika Spanyol menduduki negeri Laras dan perlawanan dari sebagian pemimpin tarekat dan orang-orang Barbar di Fez.
Pemberontakan yang dilakukan oleh sebagian pemimpin tarekat disamping pemberontakan beberapa daerah membawa hancurnya Bani Sa’id dan digantikan oleh Bani Alawiyah tahun 1660M. Kehadiran Bani Alawiyah ini yang dinisbatkan kepada Hasan Ibn Ali (cucu Rasulullah SAW), telah menghalang terjadinya perpecahan pada masyarakat Maroko pada waktu yang sedang dirundung perpecahandan pertikaian politik. Namun dalam menjalankan roda pemerintahan mereka tetap berhati-hati terhadap kelompok tarekat yang mereka wujudkan dengan pengepungan kelompok tarekat di Fez. Angkatan bersenjata dibentuk dan termasuk di dalamnya pasukan budak hitam pada masa pemerintahan Sultan Maulai Ismail sekitar tahun 1700M.
Dengan adanya angkatan bersenjata tersebut, pada abad ke-18M bani ini berhasil mengusir orang Portugis dari Maroko. Kemudian diadakanlah perjanjian perdagangan dengan negara-negara Eropa Utara yang berakibat pada abad ke-19M tidak ada lagi kekuatan asing yang berani mengusik Maroko. Namun perubahan regional dan global di awal abad ke-19M telah banyak merugikan Maroko. Hal ini karena semakin kuatnya kepentingan politik serta ekonomi Barat terutama Ingris dan Perancis di Laut Tengah yang membuat Maroko terdesak. Di tambah dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869M, sehingga orang-orang Eropa semakin terbuka matanya untuk menjelajahi dunia Timur yang kaya dengan rempah-rempah. Apalagi dengan penggunaan kapal api dan kereta api.Semua ini membantu orang Eropa untuk pengiriman barang-barang dari Amerika, Asia Tenggara dan Rusia ke Eropa yang mampu menyaingi barang ekspor Maroko.
Dengan melemahnya perekonomian Maroko dan negara terancam oleh kekuatan asing yang semakin hari membuat Maroko terpuruk, maka lahirlah Protektorat Perancis atas Maroko pada tahun 1912M. Semenjak itu Maroko berada di bawah rongrongan bangsa Eropa dan diperlakukan sesuka hati orang Eropa.
Maroko baik sebelum dan sesudah kemerdekaan sampai masa kontemporer tetap menjadi sebuah Negara kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Sejarah Islam di Marokotidak terlepas dari gerakan-gerakan sufi yang melakukan penentangan terhadap kebijakan pemerintah. Gerakan penentang ini mencuat ketika pemerintah menjalin kerjasama dengan pihak Eropa yang dianggap oleh sebagian besar umat Islam sebagai pembawa paham sekuler ke dunia Islam.
Di lain pihak di tengah keributan yang muncul dan perlawanan terhadap raja yang sah gerakan-gerakan fundamentalis tidak pernah berhasil menggulingkan kekuasaan raja karena kefanatikan masyarakat Maroko akan kesucian raja. Umat Islam Maroko adalah penganut mazhab Maliki yang kental yang juga sering bergabung dengan tarekat-tarekat sufi baik sebelum maupun pasca kemerdekaan. Namun di tengah kefanatikan masyarakat Maroko, ternyata kekuasaan Perancis yang hanya berjalan selama 44 tahun telah meninggalkan pengaruh yang besar di Maroko, sehingga hokum civil di Maroko didasarkan pada kitab hukum Perancis.























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi Maroko baik sebelum dan sesudah kemerdekaan sampai masa kontemporer tetap menjadi sebuah Negara kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Sejarah Islam di Marokotidak terlepas dari gerakan-gerakan sufi yang melakukan penentangan terhadap kebijakan pemerintah. Gerakan penentang ini mencuat ketika pemerintah menjalin kerjasama dengan pihak Eropa yang dianggap oleh sebagian besar umat Islam sebagai pembawa paham sekuler ke dunia Islam.

Di lain pihak di tengah keributan yang muncul dan perlawanan terhadap raja yang sah gerakan-gerakan fundamentalis tidak pernah berhasil menggulingkan kekuasaan raja karena kefanatikan masyarakat Maroko akan kesucian raja. Umat Islam Maroko adalah penganut mazhab Maliki yang kental yang juga sering bergabung dengan tarekat-tarekat sufi baik sebelum maupun pasca kemerdekaan. Namun di tengah kefanatikan masyarakat Maroko, ternyata kekuasaan Perancis yang hanya berjalan selama 44 tahun telah meninggalkan pengaruh yang besar di Maroko, sehingga hokum civil di Maroko didasarkan pada kitab hukum Perancis

1 komentar: